Tekan Dominasi Dolar AS, Indonesia - China Resmi Transaksi Uang Lokal
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) dan People's of China (PBC) resmi mengimplementasi kerjasama penyelesaian transaksi bilateral menggunakan uang Local Currency Settlemeng (LCS), Senin (6/9/2021).
LCS framework merupakan penyelesaian transaksi perdagangan dua negara dengan menggunakan mata uang masing-masing kedua negara tersebut.
"Di mana setelmen transaksinya dilakukan di dalam yurisdiksi wilayah negara masing-masing." ujar BI melalui siaran resminya.
Kerangka kerja sama ini disusun berdasarkan Nota Kesepahaman yang telah disepakati dan ditandatangani oleh Gubernur BI, Perry Warjiyo, dan Gubernur PBC, Yi Gang, pada tanggal 30 September 2020.
Adapun kerangka kerjasama dimaksud antara lain, penggunaan kuotasi nilai tukar secara langsung (direct quotation) dan relaksasi regulasi tertentu dalam transaksi valuta asing antara mata uang Rupiah dan Yuan.
BI juga telah memiliki kerangka kerja sama LCS dengan negara mitra lainnya di Asia, seperti Jepang, Malaysia, dan Thailand. Perluasan diharapkan mendukung stabilitas Rupiah melalui dampaknya terhadap pengurangan ketergantungan pada mata uang tertentu di pasar valuta asing domestik.
Kerangka kerjasama penyelesaian transaksi via LCS dengan Kementerian Keuangan Jepang ini, disepakati pada Kamis (5/8/2021). Untuk Jepang, transaksi LCS Rupiah dan Yen telah diimplementasikan sejak 31 Agustus 2020.
Melalui penguatan kerangka kerja sama ini, Indonesia dan Jepang berpegang teguh untuk meninggalkan dolar AS dalam transaksi perdagangan dan investasi. Sedangkan penguatan kerangka kerjasama BI dan Kementerian Keuangan Jepang memberikan pelonggaran aturan transaksi valas dalam kerangka penyelesaian transaksi bilateral kedua negara, rupiah dan yen.
"Kerja sama ini antara lain, mencakup perluasan instrumen lindung nilai (hedging), pelaksanaan hedging atas dasar proyeksi perdagangan dan investasi. Kemudian, peningkatan fleksibilitas transfer atas rekening IDR di Jepang, dan peningkatan threshold (batas) nilai transaksi tanpa dokumen underlying sampai dengan US$ 500.000 atau setara Rp 7,25 miliar (kurs Rp 14.500/US$) per transaksi." ungkap BI.
Manfaat Penggunaan LCS
BI mengklaim, penggunaan LCS memberikan manfaat langsung kepada pelaku usaha, diantaranya biaya konversi transaksi dalam valuta asing lebih efisien, kemudian tersedianya alternatif pembiayaan perdagangan dan investasi langsung dalam mata uang lokal.
Di samping itu, pengusaha dengan transaksi LCS yaitu tersedianya alternatif instrumen lindung nilai dalam mata uang lokal, dan diversifikasi eksposur mata uang yang digunakan dalam penyelesaian transaksi luar negeri.
Dukungan dari Semua Pihak Mengalir.
Kesepakatan LCS antara China - Indonesia mendapatkan dukungan dari semua pihak. Baik itu pemerintah, pengusaha, perbankan, dan ekonom. Sehingga, Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kementerian Perdagangan (Kemendag) Kasan Muhri pun angkat suara.
Dia mengungkapkan, bahwa volume transaksi perdagangan Indonesia dengan China mengalami peningkatan hal ini dapat dilihat dari aktivitas ekspor dan impor dalam waktu 10 tahun terakhir.
Karena, China menjadi salah satu negara tujuan ekspor terbesar RI. Dengan pangsa yang cukup signifikan atau lebih dari 20%, begitu pula dari sektor pangsa impor. Kesepakatan LCS dengan China dinilai membuat Indonesia tidak lagi ketergantungan terhadap dolar AS dalam menyelesaikan transaksi perdagangan dan investasi dengan negara mitra.
"Tiongkok menjadi negara nomor 1 tujuan ekspor, sekaligus negara asal impor untuk bahan baku dan penolong dari Tiongkok yang dibutuhkan oleh industri yang ada di Indonesia," jelas Kasan dalam sebuah webinar, dikutip CNBC Jumat (6/8/2021).
Dengan begitu, kerjasama LCS diharapkan dapat mengembangkan pasar keuangan berbasis mata uang lokal dan mendorong perluasan akses pelaku usaha.
"Selama ini yang terjadi oleh teman-teman dari pelaku usaha dan perbankan selama ini mungkin kadang-kadang kita ada dua konversi minimal dalam transaksi," tutur Kasan.
Di sisi lain, ia juga berharap pelaku usaha eksportir dan importir bisa lebih efisien sebab tidak perlu lagi mengkonversinya ke dollar AS.
Gandeng Sejumlah Bank.
Guna mendukung operasional kerangka LCS menggunakan Rupiah dan Yuan, BI beserta PBC menunjuk beberapa bank di negara masing-masing untuk berperan sebagai Appointed Cross Currency Dealer (ACCD).
Berikut ini sejumlah Bank yang ditetapkan sebagai ACCD di Indonesia:
- P.T. Bank Central Asia, Tbk
- Bank of China (Hongkong), Ltd
- P.T. Bank China Construction Bank Indonesia, Tbk
- P.T. Bank Danamon Indonesia, Tbk
- P.T. Bank ICBC Indonesia
- P.T. Bank Mandiri (Persero), Tbk
- P.T. Bank Maybank Indonesia, Tbk
- P.T. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk
- P.T. Bank OCBC NISP, Tbk
- P.T. Bank Permata, Tbk
- P.T. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk
- P.T. Bank UOB Indonesia
Bank yang ditetapkan sebagai ACCD di Tiongkok adalah:
- Agriculture Bank of China
- Bank of China
- Bank of Ningbo
- Bank Mandiri Shanghai Branch
- China Construction Bank
- Industrial and Commercial Bank of China
- Maybank Shanghai Branch
- United Overseas Bank (China) Limited
Uang Lokal Tekan Dominasi AS.
Penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan serta investasi regional diperlukan untuk mengurangi dominasi dollar AS. Selain itu, menurut Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal untuk mengurangi dampak kebijakan moneter serta keuangan AS, yang mana dia menyebut pada kasus krisis finansial global pada 2008 yang langsung membuat rupiah terdepresiasi.
Walau fluktuasi nilai tukar renminbi China dan rupiah cenderung lebih kecil. Namun bagi dia dipandang mempermudah perdagangan karena mengurangi exchange cost.
Kendati begitu, Faisal menggaris bawahi penggunaan mata uang lokal juga melibatkan rupiah, nantinya rupiah berisiko memiliki daya tarik yang lebih kecil.
Sebab lanjut dia, struktur ekspor Indonesia masih didominasi oleh komoditas jika dibandingkan dengan produk manufaktur. “Ekspor ke China hampir 70 persen dalam bentuk komoditas. Trennya memang membaik. Namun di sisi lain impor dari China didominasi produk manufaktur. Dari sisi tawar penggunaan renminbi bisa lebih kuat karena mereka menguasai ekspor dengan nilai tambah lebih besar,” kata dia.
Di sisi lain, ia menambahkan, performa perdagangan Indonesia berpotensi makin bergantung pada perekonomian China, apabila penggunaan uang lokal kian meningkat, begitupula Integrasi ekonomi antara Indonesia - China melalui perdagangan juga bisa makin dalam ke depannya.
Karenanya, ia mendorong supaya Indonesia meningkatkan ekspor produk manfaktur dengan nilai tambah tinggi, agar dapat lebih besar dalam perdagangan dunia.
Dengan demikian, posisi tawar yang lebih kuat terhadap China maupun mitra dagang lainnya bisa makin kuat. “Jika China mengalami krisis keuangan, akan menyebar dengan cepat ke Indonesia,” kata Faisal. (roy)