Sering Tinggalkan Istri dan Lakukan KDRT, Pegawai BUMN Digugat Cerai
SURABAYA | ARTIK.ID - AU seorang pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) digugat istrinya YP asal Simo Surabaya, dikarenakan sang suami sering meninggalkan rumah untuk keperluan yang tak jelas serta diduga melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Kuasa hukum YP, Adi Cipta Nugraha, SH., M.H., dan Dwi Kumalasari, SH. menyatakan, awalnya rumah tangga kliennya baik-baik saja dan berlangsung harmonis.
Namun seiring waktu, AU bersikap kasar dan melakukan KDRT. Selain itu juga sering keluar rumah untuk kepentingan yang tidak jelas.
”Selain menggugat cerai, klien kami juga meminta pada majelis hakim untuk menetapkan hak asuh anak dari perkawinan antara penggugat dan tergugat berada dalam pengasuhan dan pemeliharaan pihak penggugat, menetapkan biaya perkara berdasarkan peraturan yang berlaku,” jelas Adi Cipta Nugraha, Selasa (11/01/2022).
Sebelumnya, penggugat dan tergugat telah menikah pada 13 Maret 2020 dihadapan pegawai pencatat nikah pada Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Sawahan Kota Surabaya.
“Setelah melangsungkan pernikahan, penggugat dan tergugat hidup bersama dan dikaruniai satu orang anak perempuan. Awal mula perkawinan penggugat dan tergugat yang merupakan pegawai di salah satu BUMN ini berjalan rukun, tentram dan harmonis," imbuh Adi.
Memasuki bulan Mei 2020, rumah tangga penggugat dan tergugat mulai kurang harmonis dan sering terjadi perselisihan yang mengarah pada hubungan yang sulit untuk didamaikan,” terang Adi mengutip isi gugatan.
Penyebabnya, percekcokan antara tergugat dan penggugat karena tergugat sering meninggalkan rumah tanpa alasan yang jelas.
Dalam gugatan ini juga dijelaskan, tergugat kurang berikan kasih sayang dan perhatian baik kepada penggugat maupun anaknya.
Tergugat juga tidak mempunyai itikad baik untuk menyelesaikan masalah rumah tangganya, padahal penggugat sudah memberi kesempatan agar tergugat bisa memperbaiki diri dengan keadaan seperti itu.
Adi Cipta Nugraha dalam hal ini memaparkan, berdasarkan isi gugatan ini juga disebutkan, perselisihan antara penggugat dengan tergugat sering terjadi terus menerus, puncaknya tergugat dan penggugat pisah rumah terhitung mulai September 2021.
Berdasarkan Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 34, suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuanya.
Isteri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya. Jika isteri atau suami melalaikan kewajibanya, masing-masing dapat mengajukan gugatan cerai ke pengadilan.
Menurut pasal 105 KHI, pemeliharaan anak yang belum mumayiz atau belum berumur 12 tahun, menjadi hak ibunya, sedangkan anak berusia diatas 12 tahun, berhak menentukan pilihannnya sendiri.
Oleh karena itu, setelah perceraian ini, maka sudah sepatutnya penggugat berhak atas penguasaan dan pemeliharaan anak, mengingat anak tersebut hubungannya lebih dekat dengan ibunya dan untuk keperluan berkaitan dengan syarat administrasi kependudukan.
Dijelaskan pula dalam gugatan ini, berdasarkan kompilasi hukum Islam pasal 116 huruf (f), perceraian dapat terjadi karena suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan, pertengkaran dan tidak ada harapan hidup rukun dalam hidup berumah tangga.
Karena keduanya tidak dapat dipersatukan atau dirukunkan kembali serta hidup damai sebagaimana yang diharapkan lembaga perkawinan yaitu suami istri wajib saling mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin satu dengan yang lain, sebagaimana diatur dalam pasal 33 UU nomor 1 tahun 1974 tidak mungkin dapat terwujud, maka gugatan cerai dan hak asuh anak diajukan.
Sementara AU saat dikonfirmasi enggan memberikan tanggapan dengan alasan perkara ini adalah persoalan pribadi yang tidak harus dia ungkapkan ke publik.
(Gle)