Asparagus: Mengapa Presidential Threshold 20 Persen Harus Dihapus?
SURABAYA | ARTIK.ID - Para Lora dan Gus yang tergabung dalam Aspirasi Para Lora dan Gus (Asparagus) menyatakan dukungan untuk menghapus Presidential Threshold 20 persen.
Dukungan tersebut disampaikan dalam Focus Group Discussion bertema ‘Mengapa Presidential Threshold 20 Persen Harus Dihapus?’, yang diselenggarakan Asparagus, Senin (24/1/2022), di Surabaya.
“Demi kemaslahatan rakyat, bangsa dan negara Indonesia, maka aturan Presidential Threshold atau Ambang Batas Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, seperti tertuang dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, seharusnya dihapuskan,” tutur Ahmad Tamamuddin, dari Ponpes Al Falah Bojonegoro, salah satu petinggi Asparagus.
Dijelaskannya, selain tidak dimandatkan oleh Konstitusi, Presidential Threshold 20 persen juga bertentangan dengan aspirasi masyarakat serta terbukti memecah belah dan menimbulkan polarisasi di masyarakat.
“Aturan itu juga membatasi calon-calon pemimpin bangsa untuk mengikuti kontestasi dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia,” katanya.
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti yang juga sebagai keynote speech dalam FGD mengatakan Presidential Threshold 20 persen penuh dengan mudarat.
“Ambang Batas pencalonan presiden itu membuat polarisasi yang tajam di masyarakat karena minimnya jumlah calon presiden. Buktinya sampai saat ini bangsa ini masih gaduh, sesama anak bangsa masih terpecah dan berselisih,” ucap dia.
Selain itu, banyak kontradiksi yang diakibatkan aturan PT 20 persen itu. Dimana seharusnya rakyat harusnya diberi keleluasaan untuk memilih calon yang memang disediakan oleh sistem yang konstitusional. Menghapus PT, lanjut LaNyalla, merupakan upaya mengembalikan hak dasar rakyat.
LaNyalla juga melihat akan adanya banyak gelombang elemen masyarakat yang menuntut penghapusan PT 20 persen tersebut. Buktinya sudah banyak yang melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
“Saya kira rakyat sudah lelah dengan praktik-praktik demokrasi yang sudah jauh dari logika ini. Beruntung mereka melampiaskan kekesalan melalui saluran tepat yaitu MK,” ujar LaNyalla.
FGD sendiri dibuka oleh Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. Dihadiri Ketua Umum KADIN Jawa Timur, Adik Dwi Putranto. Sedangkan sebagai narasumber adalah Pengajar Sekolah Pasca Sarjana Universitas Airlangga, Doktor Radian Salman dan Staf Khusus Ketua DPD RI, Sefdin Syaifudin, dengan moderator Ketua PWI Jawa Timur, Lutfil Hakim.
(els)