Konflik PT KAI dan APRN, Berdasar Reforma Agraria Presiden Bisa Cabut Konsesi
SURABAYA - Ratusan demonstran yang tergabung dalam APRTN (Aliansi Penghuni Rumah Tanah Negara) Jawa Tmur, mendatangi Gedung DPRD Kota Surabaya, dalam kesempatan itu perwakilan demonstran diterima untuk melakukan mediasi dengan PT KAI, Senin (11/10/2021)
Ketua Umum APRTN Jawa Timur, Syafi'i, mengatakan pada reporter artik.id, jika aksi kali ini merupakan tindak lanjut dari aksi yang dilakukan pekan lalu.
"Ya ini adalah aksi lanjutan dari yang kemarin," ujarnya.
Sebelumnya pada Selasa (5/10/2021) lalu, APRTN dengan seribu massa aksi, melakukan unjuk rasa terkait tindakan represif dan intimidasi yang dilakukan oleh PT KAI terhadap warga.
(Berita Sebelumnya: Penghuni Rumah Tanah Negara Demo DPRD Surabaya, Minta Mediasi Warga dan PT KAI)
Syafi'i berharap pihak yang hadir kali ini adalah mereka yang punya kapasitas dan kompetensi, sebab persoalan ini tidak hanya terjadi di Jawa Timur saja tapi juga terjadi di seluruh indonesia.
"Bagi kami persoalan ini sebenarnya sudah selesai, begitu Presiden dengan kebijakan Rerforma Agraria mendorong seluruh persoalan terkait dengan tanah, bahwa setiap terjadi konflik antara masyarakat dan BUMN sebagai pemegang konsesi, dimana masyarakat diketahui sudah tinggal begitu lama bahkan sudah menjadi desa maka penyelesaiannya harus menyerahkan komsesi itu pada masyarakat," Jelas Syafi'i.
Syafi'i menambahkan bahwa pihaknya kecewa karena dalam mediasi yang digelar oleh DPRD Kota Surabaya itu pihak PTKAI sebagai yang punya punya paling banyak kepentingan tidak hadir, baik yang dari Daop 8 maupun dari jajaran Pemerintah Pusat.
"Dalam hal ini Dewan tadi menyampaikan akan mencoba mengagendakan kembali secara kusus, namun jika di Surabaya ini tidak bisa memberi penyelesaian maka seluruh elemen APRN seindonesia akan bergerak bersama untuk mendorong persoalan ini ke pusat," imbuhnya.
Sementara itu Ketua Komisi C DPRD Kota Surabaya Baktiono menegaskan bahwa persoalan ini mencuat pertama kali saat pemasangan pipa gas.
"Saat itu masalah pemasangan pipa gas yang tidak mampu diselesaikan di tingkat kecamatan dan tingkat kota, bisa selesai di Komisi C," ujar Baktiono.
Menurut Baktiono, beberapa hari setelah persoalan pipa gas selesai, terjadi demo besar yang dimotori oleh APRN terkait warga yang dilaporkan oleh PT KAI Daop 8, dengan tuduhan penghasutan dan penyerobotan tanah, pekan lalu.
"Masalah warga dan PT KAI ini sudah terjadi selama berpuluh-puluh tahun, dan bahasanya sama, yaitu tuduhan penyerobotan dan penghasutan, dan siklusnya itu terjadi setiap pergantian kepala Daop 8," tambah Baktiono.
Mengantisipasi masalah tersebut agar tidak berlarut-larut, Komisi C berinisiatif untuk memediasi pihak yang terkait terutama PT KAI agar bisa menyampaikan ke PT KAI pusat di Bandung maupun pada Kementrian BUMN terkait persoalan tanah di Surabaya.
"Kami sudah melakukan pemanggilan namun baik dari pihak PT KAI maupun dari Direktorat Jenderal Migas tidak hadir,"
Masih dikatakan oleh Baktiono, masalah ini memang tidak bisa diseleaaikan secara parsial karena hampir sebagian besar tanah di Surabaya ini diakui oleh PT KAI. Dengan mengacu pada ground card, padahal sebagian masyarakat sudah ada yang mempunyai aetifikat hak milik.
"Masyarakat yang terlibat masalah dengan PT KAI terutama Masyarakat di Pacar Keling Kalasan sudah tau akar persoaln ini, dan mereka tidak mau lagi membayar sewa yang diminta oleh PT KAI, mayarakat ini sudah diakui oleh pemerintah pusat maupun pemerintah kota, mereka punya KK, dapat BLT, PKH dan punya Kartu Indonesia Sehat," pungkas Baktiono. (art)