Ketua DPD RI Ajak Keluarga Besar HIKMA Kembalikan Arah Bangsa
BANDUNG - Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengajak Keluarga Besar Himpunan Keluarga Massenrempulu (HIKMA) menemukan kembali arah perjalanan bangsa.
Ajakan tersebut itu disampaikan LaNyalla saat membuka secara virtual Musyawarah Besar (Mubes) VII HIKMA, Sabtu (4/12/2021).
"Saatnya kita semua bersatu padu, saling bahu membahu. Kita bantu pemerintah menemukan arah yang tepat. Kita bantu percepatannya. Skala prioritas pembangunan dalam konteks penanganan dampak wabah ini harus kita kawal, jangan malah dijadikan bancakan dan ajang bisnis untuk kepentingan pribadi dan kelompok," tegas LaNyalla.
Senator asal Jawa Timur itu juga memaparkan jati diri Suku Massenrempulu. Menurutnya, Suku Massenrempulu menganut paham hidup sederhana. Mereka hidup dari bertani, berdagang, menjadi pegawai dan sebagian lagi merantau ke Makassar, Toraja, Kendari, bahkan sampai ke kota-kota di luar Sulawesi, hingga luar negeri.
"Mungkin karena tradisi sederhana itulah, akhirnya banyak melahirkan tokoh besar dan tokoh nasional. Termasuk juga melahirkan konglomerat, seperti Dinda Andi Rukman," kelakar LaNyalla disambut aplaus peserta Mubes.
LaNyalla memandang tema Mubes kali ini memang sangat tepat, yaitu 'Bersinergi di Era New Normal untuk Kemajuan Massenrempulu'. Sebab, katanya, kata kunci bersinergi mutlak dilakukan di era dis-rupsi di segala bidang, yang diakibatkan badai pandemi Covid-19 yang memaksa dunia berubah dengan percepatan teknologi.
Dan untuk menghadapi hal itu, LaNyalla menilai pemerintah tidak akan mampu bekerja sendiri.
"Karena itu saya katakan, hari ini Indonesia memanggil semua stakeholder bangsa ini untuk bersatu padu. Saling bahu membahu untuk berani bangkit.
Dikatakannya, presiden sudah pernah menyampaikan bahwa ancaman resesi global adalah benar-benar nyata, bukan wacana lagi. Artinya, semua negara di dunia ini terganggu akibat dampak dari pandemi Covid-19. Dan semua negara akan menjalankan situasi New Normal.
"Gangguan akibat pandemi Covid-19 itu pasti berdampak pada siklus demand, suplay dan produksi, yang artinya belanja masyarakat akan menurun," papar LaNyalla.
Ada dua hal penyebabnya. Pertama, daya beli yang memang merosot karena naiknya tingkat kemiskinan, dan yang kedua, rencana belanja serta investasi yang ditahan oleh kelas menengah dan atas.
Akibatnya, masyarakat dunia, termasuk Indonesia akan kembali ke teori kebutuhan dasar. Teori tentang hirarki kebutuhan manusia dalam bentuk piramida, di mana paling dasar adalah kebutuhan fisiologi.
"Atau dapat diartikan kebutuhan untuk bisa hidup. Dan untuk bisa hidup, harus ada makanan. Artinya, orang akan berpikir dan bertindak untuk bisa makan terlebih dahulu. Lupakan kebutuhan-kebutuhan yang lain," urai dia.
Itulah mengapa saat bertemu Presiden Jokowi dalam rangka konsultasi tahun 2020 di awal pandemi Covid, LaNyalla menyampaikan pentingnya bangsa ini segera memprioritaskan tiga ketahanan di masa pandemi.
"Pertama ketahanan sektor kesehatan. Kedua ketahanan sektor pangan dan ketiga ketahanan sektor sosial. Inilah sebenarnya tantangan kita, bagaimana dengan cepat kita bekerja untuk meningkatkan ketahanan tiga sektor tersebut," ucapnya.
Sebab, katanya, kalau ketahanan pangan kita lemah, lalu rakyat tidak bisa makan, apa yang akan terjadi? Bisa dibayangkan kerusakan di sektor ketahanan sosial.
"Kita harus cepat kembali kepada fitrah Republik ini sebagai negara agraris dan maritim dengan memperkuat sektor pangan," ujarnya.
LaNyalla juga mengajak semua elemen untuk menghentikan polemik-polemik yang memicu kegaduhan yang tidak perlu. Karena ketahanan sosial juga harus kita perkuat. Tanpa ketahanan sosial, tidak mungkin kita bisa bahu membahu untuk membangun ketahanan pangan dan kesehatan.
Oleh karena itu, dalam beberapa kesempatan LaNyalla selalu menekankan pentingnya kita membahas persoalan-persoalan yang fundamental. Persoalan-persoalan yang ada di sektor hulu, bukan persoalan di sektor hilir.
"Karena muara dari kelemahan kita sebagai bangsa ada di sektor hulu kita, yaitu persoalan fundamental bangsa ini, yang menyebabkan kita tidak kunjung dapat mewujudkan tujuan hakiki dari lahirnya bangsa ini, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," tuturnya.
Salah satu penyebabnya menurut LaNyalla karena semakin jauhnya bangsa ini meninggalkan DNA asli sejarah kelahirannya. Termasuk, semakin hilangnya nilai-nilai yang dicita-citakan para pendiri bangsa, baik dalam kehidupan, maupun dalam sistem tata negara kita.
"Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar sudah tidak nyambung lagi dengan Pasal-Pasal dalam Undang-Undang Dasar hasil Amandemen 1999 hingga 2002 silam. Dan semakin tidak nyambung lagi dengan produk Undang-Undang yang diputuskan DPR bersama Pemerintah," tegas LaNyalla.
Untuk itu, LaNyalla mengajak Keluarga Besar HIKMA untuk bersama-sama ikut mengontrol dan mengawal arah perjalanan bangsa agar kembali ke jalan yang dicita-citakan para pendiri bangsa. "Mari kita kawal dan koreksi arah perjalanan bangsa yang tidak sesuai dengan cita-cita para pendiri bangsa," ajak LaNyalla. (els)